Hari yang tidak bisa diganggu gugat adalah hari sabtu dan minggu, yaitu hari dimana biasanya ku gunakan untuk leyeh-leyeh.
Sekedar untuk memanjakan tubuh selepas lima hari beraktivitas.
Bobo sampai puas, mandi dirapel sama mandi sore dan peluk guling sepuasnya.
Beuh … nikmatnya hidup deh..
Kala itu di hari minggu pagi ponselku berdering. Antara pingin angkat dan engga sih sejujurnya. Tapi okelah aku angkat, ga enak yang telpon sahabatku.
“ya … mba Evita, ada apa?” sapaku sekenanya.
“vinnn … loe mau gue kenalin sama temen gue ga?, dia lagi cari istri loh,bukan cari pacar lagi. Cocok kan sama visi misi loe. gue kasih no telpon loe ya ke dia.”
Cecar suara di sebrang sana.
Antara sadar dan tidak mendengar rentetan kata-kata yang seperti peluru muntah dari mulut senapan. Mimpikah?
Tapi aku masih ada ditas pembaringan tempat tidurku kok.
Diriku beberapa tahun ini memang menutup diri dari yang namanya pria,
terlalu sakit kenangan yg ditorehkan oleh sang pria yg dulu pernah hadir dalam sejarah kehidupaku. Namun, semua itu bukan tanpa alasan.
Aku menjaga jarak dengan lawan jenis pun karena dalam agama yang ku anut di larang berpacaran. Dan aku menyesali kurangnya aku mendalami agamaku dahulunya.
Hidup tanpa landasan agama memang menyesatkan.
Agama lah yang membimbing, mengarahkan dan menjaga kita.
Singkat cerita kami pun berkenalan, tiga hari kami konunikasi dia pun memberikan cincin yang mebuat hati ini bergemuruh tak tentu rasa.
Antara wow dengan benarkah?
Kejutan apakah ini?
bertemu saja belum,
tapi dia bilang kuberikan cincin ini sebagai bukti aku serius denganmu ....
tiba-tiba saja telapak kakiku menjadi dingin ...
sedingin hatiku yang rasanya mulai mencair
karena tersetrum kagetnya akan ke gentle an seorang pria ini.
No comments:
Post a Comment