Isak tangis …
tersedu … akhirnya
tumpah juga setelah beberapa saat menah butiran air mata yang tak mampu terbendung.
Ini yang kutakutkan, tersakiti
lagi…
Susah payah kubangun
pertahananku.
Runtuh, lalu
kurasakan lagi rasa itu.
Ingin rasanya menolak rasa ini, namun aku
takut.
Bersandar pada siapa
aku? Orang tua sudah tak ada.
Pada teman rasanya
tidak mungkin, bahkan pada saudara sendiri pun aku tak bisa.
Rasanya seperti
menjual penderitaan saja, dan aku tak suka seperti itu.
Andai ia di posisiku
, coba rasakan apa yang kurasakan. Terlalu perih rasanya.
Salahku kah??? Ya..
memang salahku, karena mencoba membuka hatiku untukmu setelah selama ini ku
tutup pintu itu untuk siapa saja yang datang.
Rasa pedih ini begitu
menyayat hati ini, sejahat itukah kamu...
Kau permainkan aku
dengan rasamu.
Kau jadikan aku
pelampiasanmu, cadanganmu.
Beberapa sahabat
memang telah memberiku lampu kuning, tapi aku terus melaju.
Kupikir ini
kesempatanku.
Tapi sepertinya …
mudah sekali kau koyak kepercayaan itu.
Disaat aku sudah
memainkan hati, haruskah ku banting stir hatiku padanya?
Ya .. lebih baik dicintai dari pada mencintai.
Atau cukup sendiri
saja aku? Agar tak tersakiti lagi?
Rasanya … seperti kau
tancapkan pecahan kaca didada ini, hingga tak mungkin lagi diobati.
Gemetar jari jemari
ini, gelisah hati dan pikiranku mengembara entah kemana.
Lulut pun gemetar
seolah tak sanggup lagi menopang berat tubuh ini.
Terulang .. sungguh
menyesakkan raga ini.
No comments:
Post a Comment